Keanekaragamantersebut terdapat di berbagai wilayah yang tersebar dari Sabang sampai Marauke. Keberagaman masyarakat kita merupakan kekayaan bangsa Indonesia. Hal ini juga menjadi daya tarik bangsa lain untuk datang ke Indonesia. Keberagaman ini semakin menarik dengan letak geografis dan keindahan alam Indonesia.
Mahasiswi jurusan Agroekoteknologi konsentrasi Bioteknologi Pertanian Universitas Udayana yang tertarik dalam bidang tulis menulis. Selain bekerja sebagai freelance content writer, ia juga menulis artikel blog untuk sebuah NGO di organik merupakan suatu sistem produksi budidaya berdasarkan daur ulang hara secara hayati. Daur ulang tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan limbah ternak dan tanaman serta lainnya yang mampu memperbaiki kesuburan dan struktur organik organic farming merupakan salah satu pertanian alternatif, dimana pertanian alternatif bertujuan untuk mengantisipasi dampak kegiatan pertanian terhadap lingkungan. Banyak negara maju yang sudah sangat memperhatikan masalah lingkungan, seperti residu kimia pestisida pada bahan pangan. Sedangkan di Indonesia, kondisinya sangat berbeda, karena pandangan kita masih dominan pada peningkatan swasembada sekarang, banyak pemahaman yang keliru mengenai pertanian organik, seperti kembali ke pertanian tradisional, biayanya mahal, produksi rendah, dan membutuhkan banyak tenaga kendala atau tantangan sistem organic farming dibagi menjadi 2, yaitu kendala internal dan kendala eksternal. Kendala internal meliputi Belum ada cara pendaur-ulang hara yang sesuai dengan sistem pertanaman yang berkembang saat hayati masih dalam tahap pengembangan. Pupuk hayati yang beredar di masyarakat masih sangat sedikit dan sebagian besar lainnya masih dalam tahap penelitian. Keberhasilan yang tampak juga masih sangat itu, kendala-kendala eksternal meliputi hal-hal berikut iniPengetahuan tentang fisiologi dan ekologi biologi tanah masih sangat terbatas, sehingga bioteknologi tanah tidak dapat berkembang, padahal bioteknologi tanah dibutuhkan dalam pengembangan pupuk pembangunan pertanian masih menitikberatkan pada produksi pertanian secara nasional, belum mengarah ke efektivitas, efisiensi, konservasi, dan IPTEKdi Indonesia memberikan prioritas rendah terhadap ilmu pengetahuan dasar, termasuk rekayasa pabrik pupuk yang merupakan hasil dari industrialisasi sehingga pengembangan pertanian organik menimbulkan pertentangan program sektoral antara pertanian dan juga Keuntungan dan Perkembangan Pertanian Organik di IndonesiaFoto melihat kondisi pertanian yang ada di Indonesia saat ini, usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kebutuhan pangan adalah dengan memperbaiki kualitas Memperkenalkan Pertanian OrganikMaka, tahap awal pengenalan organic farming membutuhkan strategi yang memadukan komponen pertanian organik ke dalam teknologi konvensional, yang dapat dilaksanakan seperti penjelasan berikut iniPertanian konvensional tetap dilaksanakan, terlebih di daerah dengan sarana dan prasarana yang mendukung. Sementara itu, organic farming diterapkan di wilayah yang kurang tersentuh teknologi dampak pertanian konvensional dan dicari organic farming perlu dimasukkan ke dalam paket teknologi transisi menggunakan metode PHT pengendalian hama terpada dan PNT pengelolaan nutrisi terpadu.Identifikasi peluang pemasaran produk organic farming. Selain itu, perlu dijalin interaksi dan jaringan kerja yang saling menguntungkan antara produsen dan konsumen untuk menjamin pemasaran pelaksanaannya, produksi budidaya organik perlu dikembangkan dengan memperhatikan keadaan agroekosistem dan teknologi spesifik peningkatan pengetahuan mengenai pertanian organik melalui pendidikan dan peninjauan kembali mengenai kebijakan penggunaan masukan bahan kimia pertanian terhadap pendekatan pengelolaan DAS di lahan kering miring termasuk pengembangan peternakan perlu adanya ketetapan mekanisme sertifikasi, akreditasi, dan labelisasi produk yang dibudidayakan secara beberapa tantangan-tantangan beserta tahap awal untuk memperkenalkan pertanian organik di Indonesia. Bagaimana menurut kamu Sobat PTD?Klik & Baca Perbedaan Organik dan Anorganik, Mana Yang Lebih Baik?Sumber Pertanian Organik oleh Rachman Sutanto tahun 2002Penulis Nevy Widya Pangestika Mahasiswa Agroekoteknologi Universitas UdayanaIngin menjual hasil panen kamu langsung ke pembeli akhir? Silahkan download aplikasi Marketplace Pertanian Pak Tani Digital di artikel pertanian atau berita pertanian terbaru? Langsung saja klik di sini.
Jelaskankondisi keruangan negara indonesia. Question from @Geniusbrain1 - Sekolah Menengah Pertama - Ips Jelaskan bahwa salah satu permasalahan pertanian di indonesia terkait dengan permodalan! 0 Replies . Bagaimanakah permasalahan pertanian di indonesia jika dilihat dari kualitas tanah nya Answer. Geniusbrain1 December 2019 | 0
Daftar Isi1 Permasalahan Pertanian Di PERKEMBANGAN PERTANIAN MASALAH STRUKTURAL PERTANIAN Jarak Waktu yang Lebar antara Pengeluaran dan Penerimaan Pendapatan dalam Pembiayaan Tekanan Pertanian KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMBANGUNAN Kebijakan Harga Kebijakan Pangan Kebijakan Kebijakan PERTANIAN INDONESIA DI ERA PEMBANGUAN PERTANIAN YANG MENYEJAHTERAKAN Rangkuman Permasalahan Pertanian Di Sumber Permasalahan Pertanian Di Indonesia sangat pelik dan berkepanjangan. Banyak solusi ditawarkan tapi permasalahan pertanian di Indonesia alih-alih membaik justru semakin runyam. dalam artikel ini akan mencoba membahas sedikit tentang permasalahan tersebut. selamat membaca⦠PERKEMBANGAN PERTANIAN INDONESIA Dinamika perkembangan pertanian Indonesia menunjukkan kecenderungan yang cukup memprihatinkan. Dalam kurun waktu tahun 2001-2003 sebanyak ha sawah termasuk yang produktif berganti menjadi kawasan pemukiman dan kegiatan lain. Meski lahan pertanian menyempit, jumlah petani justru meningkat dari 20,8 juta tahun 1993 menjadi 25,4 juta Sensus Pertanian 2003. Rata-rata kepemilikan lahan petani mengalami penurunan drastis, yaitu tinggal kurang dari 0,25 ha per jiwa Bambang Ismawan, 2005. Hasil Sensus Pertanian 10 tahun kemudian, tercatat bahwa jumlah petani kembali meningkat mencapai 31,70 juta orang Sensus Pertanian 2013. Sementara jumlah lahan sawah pertanian menyusut hingga mencapai angka 8,1 juta ha. Penyusutan bertambah cepat dengan semakit cepatnya pertumbuhan kota yang membutuhkan lahan pertanian baik untuk permukiman maupun untuk industri. Kondisi makin mengkhawatirkan karena tingkat pendapatan petani yang tidak berubah secara signifikan. Pendapatan semusim padi hanyalah antara atau hanya ā per bulan. Dalam suatu studi ditemukan bahwa 80 persen pendapatan rumah tangga petani kecil berasal dari kegiatan di luar sektor pertanian non-farm, misalnya kuli bangunan, ojek, tukang becak, membuka warung, sektor informal, dan lain-lainnya. Dalam kategori ini, sebenarnya dapat dikatakan tidak ada lagi āmasyarakat petaniā, yakni mereka yang bekerja di sektor pertanian dan kebutuhan hidupnya dicukupi dari kegiatan itu. Baca Juga Dampak Pajak PPN Pada Produk Pertanian Situasi diperburuk dengan terancamnya ekologis lingkungan yang menjadi basis produksi pertanian. Rusaknya sistem ekologis itu ditandai dengan merosotnya tingkat kesuburan tanah antara lain karena massifnya penggunaan bahan an-organik dalam pupuk dan obat pembasmi hama. Departemen Kimpraswil menyatakan bahwa 1,5 juta ha lahan irigasi yang menjadi tumpuan penyediaan air bagi tanaman pertanian telah rusak. Hal ini mengakibatkan kekeringan yang meluas di beberapa wilayah pertanian. Pada saat yang sama, hewan-hewan alami seperti burung, ikan, dan berbagai jenis binatang lain, jumlahnya makin menurun dan banyak yang mendekati kepunahan. Hal ini sebagian disebabkan kegiatan eksplorasi dan industrialisasi yang merambah di wilayah-wilayah perhutanan. Sementara, jumlah dan jenis tanaman, baik tanaman pangan, hias, maupun pelindung pun makin merosot. Fenomena di atas tidak terlepas dari konteks historis sejarah transformasi ekonomi-politik pertanian di Indonesia sejak era kolonial hingga era liberalisasi dewasa ini. Secara garis besar fase-fase penting perkembangan kondisi, sistem, dan struktur pertanian Indonesia adalah sebagai berikut. Struktur pertanian Indonesia tidak lepas dari bentukan proses kolonialisme bangsa asing yang berlangsung sangat lama. Struktur pertanian yang menempatkan mayoritas petani kecil tetap miskin di lapis paling bawah disubordinasi oleh pelaku ekonomi besar pun merupakan warisan sistem dan struktur ekonomi kolonial. Pasca kemerdekaan belum terjadi reformasi sosial yang mampu mengubah pola hubungan ekonomi yang timpang tersebut. Petani dan pertanian rakyat kita begitu terpuruk pasca monopoli kongsi dagang VOC yang kemudian makin dihisap lagi setelah pemerintah kolonial menerapkan sistem tanam paksa culture stelsel. Petani dipaksa menanam komoditi yang dibutuhkan pasaran kapitalis-liberal yang berlaku sesudahnya pun hanya menjadikan Indonesia sebagai ondernaming besar sekaligus sumber buruh murah bagi perusahaan-perusahaan swasta Belanda. Perkebunan-perkebunan besar mereka kuasai dan lagi-lagi produksinya ditujukan untuk memenuhi pasar luar negeri. Pertanian rakyat tetap saja diperas dan makin kehilangan dayanya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan memakmurkan agraria melalui UU Pokok Agraria 1960 yang mengatur redistribusi tanah dan UU Perjanjian bagi Hasil 1964 yang mengubah pola bagi hasil untuk mengoreksi struktur pertanian kolonial justru makin kehilangan vitalitasnya, terlebih di era Orde Baru yang berorientasi mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi dan menganut developmentalisme.Revolusi Hijau yang mengimbas ke Indonesia ditandai dengan pengunaan bibit-bibit baru dan teknologi biologis dan kimiawi pemberantasan hama dari luar negeri Indonesia memang mampu melakukan swasembada beras pada tahun 1984. Namun, revolusi hijau ternyata lebih menguntungkan petani bertanah luas. Produksi naik, tetapi pendapatan turun akibat mahalnya input pertanian, misalnya pupuk. Term of Trade petani pun turun dan distribusi pendapatan makin pertanian yang disyaratkan IMF dan WTO kini ditandai oleh bebas masuknya produk-produk pertanian pangan seperti beras, gula, daging, ayam, jagung, dan buah-buahan yang memukul petani dalam negeri. Liberalisasi ini menguntungkan korporat besar yang menguasai input pertanian benih, pupuk, dan obat-obatan dan perdagangan pasar internasional. Kesejahteraan petani dalam negeri tidak meningkat secara signifikan. MASALAH STRUKTURAL PERTANIAN INDONESIA Pembangunan pertanian yang belum mampu mengangkat kesejahteraan petani, bahkan terjadi bencana kelaparan dan gizi buruk di berbagai daerah, merupakan indikasi belum dipecahkannya masalah-masalah struktural yang membelit pertanian Indonesia. Masalah ini berat karena menyangkut keseluruhan aspek struktur, sistem aturan main, dan kebijakan pertanian, bukan sekadar masalah yang terkait dengan usaha pertanian. Setiawan 2003 merumuskan bahwa masalah struktural itu adalah bagaimana mentransformasikan puluhan juta kaum tani miskin marjinal ke dalam dunia pertanian yang lebih modern dan yang memungkinkan mereka hidup layak. Baca Juga Permasalahan Kemiskinan di Indonesia Prof Mubyarto pada tahun 1989 sudah menguraikan berbagai persoalan mendasar ekonomi pertanian di Indonesia, di antaranya adalah Jarak Waktu yang Lebar antara Pengeluaran dan Penerimaan Pendapatan dalam Pertanian Pendapatan petani hanya diterima setiap musim panen, sedangkan pengeluaran harus diadakan setiap hari, setiap minggu, atau bahkan kadang- kadang dalam waktu yang sangat mendesak sebelum panen. Pada musim panen dalam keadaan pasar yang normal terdapat harga yang rendah dan pada musim paceklik harganya tinggi. Karena itu petani dua kali terpukul, pertama harga produksinya rendah dan kedua petani harus menjual lebih banyak untuk mencapai keperluannya. Yang sering merugikan petani adalah pengeluaran-pengeluaran yang kadang-kadang tidak dapat diatur dan tidak dapat ditunggu sampai panen tiba. Dalam hal demikian petani sering menjual tanamannya pada saat masih hijau di sawah baik dengan harga penuh atau berupa pinjaman sebagian dikenal dengan sistem ijon. Pembiayaan Pertanian Dengan titik tolak adanya kemelaratan yang luas di kalangan petani, keterlibatan mereka pada utang, baik utang biasa maupun dengan sistem ijon, maka sering dapat disimpulkan bahwa persoalan yang paling sulit dalam ekonomi pertanian Indonesia adalah persoalan pembiayaan pertanian. Jatuhnya petani dalam sistem ijon karena tidak adanya kredit alternatif kredit yang lebih baik bagi petani, padahal mereka memerlukan kredit murah agar mampu meningkatkan produksi dan pendapatannya. Tekanan Penduduk Persoalan penduduk di Indonesian begitu kompleks yaitu tidak hanya penduduk sangat padat dan pertambahan tiap tahun yang tinggi, tetapi juga persebarannya yang tidak merata antardaerah. Adanya persoalan penduduk dalam konteks ekonomi pertanian dapat dilihat dari tanda-tanda bahwa persediaan tanah pertanian yang makin kecil,produksi bahan makanan per jiwa yang terus menurun,bertambahnya pengangguran,memburuknya hubungan-hubungan pemilik tanah dan bertambahnya utang-utang pertanian. Dengan demikian, masalah penduduk tidak lagi semata-mata merupakan perbandingan jumlah kelahiran dan produksi makanan, persebaran geografi sosial, demografi KB atau masalah kesehatan dan gizi, melainkan gabungan keseluruhan persoalan kehidupan petani sehari-hari. Pertanian Subsistem Pertanian subsistem diartikan sebagai suatu sistem bertani di mana tujuan utama dari si petani adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta keluarganya. Produksi subsistem murni ditandai tidak adanya aspek- aspek komersial dan penggunaan uang. hubungan antara usaha tani dan rumah tangga petani sangatlah erat, kegiatan produksi menyatu dengan kegiatan konsumsi. Karena teori ekonomi menganalisis dua kegiatan itu secara terpisah sehingga teori ini tidak dapat dipakai. Kebijakan pemerintah yang tidak berpijak pada kondisi ini sering kali berakibat yang sebaliknya, tidak sesuai sasaran dan tujuan yang diinginkan. Persoalan menjadi makin berat seiring bertambahnya jumlah buruh tani dan petani subsistem yang hidupnya serba miskin, yang merupakan warisan struktur dan sistem ekonomi kolonial. Baca Juga Bagaimana mengatasi kemiskinan di Indonesia ? Kepemilikan lahan yang sempit dan makin menurun rata-rata 0,5 ha per jiwa merupakan masalah struktural pertanian Indonesia yang krusial. Hal ini terjadi karena tanah lahan merupakan aset produktif yang turut menentukan corak cara produksi dalam pertanian Indonesia. Konsentrasi pemilikan lahan cenderung mengakibatkan cara-cara produksi yang tidak demokratis, dalam arti tidak dapat melibatkan partisipasi petani kecil secara luas dalam proses produksi. Demokratisasi dalam proses produksi tidak akan efektif tanpa ada upaya melakukan redistribusi aset produktif tersebut. Di sisi lain, masalah yang cukup pelik adalah belum meratanya distribusi modal dalam sektor pertanian, baik modal dalam bentuk material, intelektual, maupun institusional. Modal material berupa kredit murah tanpa agunan masih sulit diperoleh petani kecil karena minimnya ketersediaan dana dan prosedur yang cenderung konvensional. Modal intelektual berupa peningkatan wawasan dan keahlian petani dan akses pendidikan yang murah dan berkualitas bagi keluarga anak-anak mereka pun masih sulit ditingkatkan. Di sisi lain, modal institusional berupa pemberdayaan organisasi-organisasi tani sebagai kekuatan kolektif untuk meningkatkan daya tawar mereka pun sulit diwujudkan. Demokratisasi modal perlu dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Harga komoditi pertanian terutama beras yang rendah pun menjadi masalah tersendiri dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani. Dalam hal ini berlaku sistem yang merugikan petani, di mana mereka harus menyangga kebutuhan pokok masyarakat perkotaan dengan kontraprestasi yang sangat minimal. Harga rendah tersebut merupakan paksaan dari situasi di mana upah buruh di perkotaan cenderung ditekan serendah mungkin, padahal mereka harus tetap memenuhi kebutuhan hidup minimal seperti halnya pangan. Para petanilah yang menyediakan kebutuhan mereka dengan harga yang rendah, sesuai dengan daya beli mereka. Jadi di sini berlaku sistem di mana petani mensubsidi korporat bergaji tinggi dan ekonomi pedesaan mensubsidi ekonomi perkotaan. Sebuah pola hubungan ekonomi yang subordinatif dan eksploitatif yang menjadi masalah struktural stagnasi kesejahteraan petani kecil. Mengacu pada kerangka pemikiran John Madeley 2005, masalah struktural pertanian adalah berupa kerawanan pangan, yang terkait dengan kedaulatan dan ketahanan pangan. Dalam konteks pertanian Indonesia, berbagai aspek internal-eksternal yang menjadi faktor penyebab langsung dan tidak langsung kerawanan pangan di Indonesia di antaranya adalah Tanah tandus dan bencana alam yang menurunkan produktivitas dan menghancurkan tanaman sumber-sumber pendanaan yang dapat diakses petani secara mudah, murah, dan terarah kepada petani kecil miskin.Banyaknya utang negeri yang membebani anggaran negara dan penuh persyaratan misalnya harus melakukan liberalisasi impor, sehingga membatasi kemampuan negara dalam mengembangkan komoditas peran perempuan sebagai pelaku sektor pertanian yang kepentingan dalam penguasaan dan penggunaan lahan yang sering berakhir dengan penggusuran lahan pertanian pangan berganti bisnis iklim akibat pemanasan global yang disebabkan industrialisasi yang tidak berwawasan bahkan merusak konservasi sumber daya jumlah penduduk yang makin pesat, yang diikuti dengan makin mengecilnya luas pemilikan lahan karena konversi misal perumahan.Merosotnya ketersediaan air untuk usaha pertanian dengan makin tumbuhnya bisnis-bisnis baru, termasuk usaha air minum, yang berdekatan dengan areal tanaman dikembangkannya diversifikasi pangan secara serius padahal potensi biodiversifikasi Indonesia sangatlah luar dana kesehatan yang meningkatkan pengeluaran petani kecil sehingga berpotensi memperburuk kondisi gizi pangan mereka. KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN Peranan pemerintah dalam pembangunan pertanian Indonesia adalah berupa pembuatan kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk memperbaiki kesejahteraan petani. Meskipun kadang kebijakan yang dibuat pemerintah pun dapat merugikan bahkan memperburuk kesejahteraan petani. Bidang- bidang kebijakan pertanian yang spesifik meliputi kebijakan harga, kebijakan pemasaran, dan kebijakan struktural. Bidang kebijakan yang lebih khusus lainnya menyangkut pengaturan-pengaturan kelembagaan baik yang langsung terdapat di sektor pertanian maupun di sektor-sektor lain yang ada hubungannya dengan sektor pertanian, misalnya landreform, penyuluhan pertanian, dan lain-lain Mubyarto, 1989. Kebijakan Harga Kebijakan Pangan Murah Secara teoretis kebijakan harga dapat dipakai mencapai tiga tujuan, yaitu Stabilisasi harga-harga hasil pertanian terutama pada tingkat petani,Meningkatkan pendapatan petani melalui perbaikan dasar tukar term of trade,Memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi. Kebijakan harga yang diterapkan di Indonesia misalnya kebijakan harga beras minimum dan harga beras maksimum. Kebijakan ini ditekankan untuk mencapai tujuan yang pertama, yaitu stabilisasi harga hasil pertanian. Kebijakan umum yang ditempuh pemerintah adalah kebijakan pangan murah. Hal ini dikaitkan dengan strategi pembangunan ekonomi yang berorientasi untuk mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi. Strategi ini dijalankan dengan mendorong industrialisasi yang berbasis di wilayah perkotaan. Kebijakan ini justru menghambat perbaikan kesejahteraan petani, selain juga tidak mendorong perkembangan ekonomi pedesaan. Kebijakan Pemasaran Kebijakan pemasaran dilakukan untuk memasarkan hasil-hasil pertanian yang bertujuan ekspor, selain pengaturan distribusi sarana produksi bagi petani. Pemerintah berusaha menciptakan persaingan yang sehat di antara pedagang dengan melayani kebutuhan petani seperti pupuk, insektisida, pestisida, dan lain-lain, sehingga petani dapat membeli sarana produksi tersebut dengan harga yang tidak terlalu tinggi. Perubahan peranan pemerintah karena liberalisasi pertanian telah mengecilkan kemampuan pemerintah dalam mengatur pasar, sehingga petani kesulitan untuk mendapatkan sarana produksi tersebut dengan harga yang terjangkau. Hal ini misalnya diindikasikan dengan makin mahalnya harga pupuk, yang sering disebabkan karena langkanya persediaan di pasaran padahal pemerintah menjelaskan bahwa pasokan sarana produksi tersebut cukup memadai, bahkan berlebih. Kebijakan Struktural Kebijakan struktural dalam pertanian dimaksudkan untuk memperbaiki struktur produksi misalnya luas pemilikan lahan, pengenalan dan pengusahaan alat-alat pertanian yang baru, dan perbaikan sarana pertanian yang umumnya baik prasarana fisik maupun sosial ekonomi. Penguasaan aset produktif berupa lahan yang terlalu kecil dan tidak merata mengakibatkan rendahnya produktivitas yang berimbas pada sulitnya upaya peningkatan kesejahteraan petani kecil. Kebijakan pemerintah dalam hal ini adalah dengan mengatur kembali distribusi pemilikan lahan land reform yang diupayakan secara adil dan demokratis. Kebijakan lain yang dilakukan pemerintah adalah dengan mengembangkan teknologi lokal dan mengenalkan teknologi baru yang sesuai dengan kebutuhan petani melalui pelatihan-pelatihan dan penyuluhan yang intensif. Di samping itu, kebijakan yang terkait dengan upaya pemberdayaan petani adalah kebijakan penanggulangan kemiskinan. Kebijakan ini ditempuh melalui pembuatan program-program yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan petani, memperkuat kelembagaan kelompok tani, dan mempermudah akses petani miskin terhadap sarana produksi, pasar, dan pembiayaan usaha tani. Pola yang lazim digunakan adalah pola kredit bergulir revolving grant yang diarahkan sebagai basis pengembangan lembaga keuangan mikro. PERTANIAN INDONESIA DI ERA LIBERALISASI Liberalisasi sektor pertanian diawali dengan masuknya Indonesia ke dalam Perjanjian Pertanian Agriculture on Agreement/AoA di tahun 1995 dan diterimanya Letter of Intent loI IMF di tahun 1997. Liberalisasi pertanian secara sederhana diwujudkan dengan menyerahkan sistem pertanian dan nasib petani kepada mekanisme pasar bebas, yang kemudian berlaku liberalisme pertarungan bebas free-fight liberalism. Beberapa ketentuan yang diatur dalam AoA adalah sebagai berikut Setiawan, 2003 73 Pengurangan dukungan domestik; pengurangan total atas subsidi domestik yang dianggap āmendistorsi perdaganganā berkisar pada 20 persen dari ukuran dukungan agregat dari acuan tahun subsidi ekspor; jumlah subsidi ekspor akan dikurangi sebesar 21 persen dari tiap produk sesuai rata-rata tahun 1986-1990, pengeluaran anggaran subsidi ekspor dikurangi 36 persen selama 6 akses pasar; seluruh hambatan impor akan dikonversikan ke tarif dan dikurangi hingga 36 persen selama 6 tahun negara maju dan 24 persen selama 10 tahun negara berkembang. Liberalisasi pertanian telah merugikan pertanian Indonesia. Misalnya, liberalisasi perberasan yang dilakukan IMF telah berdampak buruk pada kebijakan perberasan, yaitu Setiawan 69 Subsidi pupuk dicabut pada tanggal 2 Desember 1998, diikuti dengan liberalisasi pupuk yang sebelumnya dimonopoli PUSRI. Akibatnya biaya produksi melonjak, sehingga harga dasar gabah dinaikkan dari Rp1000/kg menjadi Rp1400-Rp 1500/kg tergantung impor beras oleh Bulog dicabut akhir tahun 1999, sehingga kini impor terbuka bagi siapa saja dan tidak terkontrol masuk komoditas pangan dipatok maksimum 5 persen. Bagi beras, walaupun monopoli impor oleh Bulog dicabut, bea masuk tetap 0 persen. Akibatnya arus impor beras, gula, bahkan bawang merah yang deras makin memukul petani Indonesia. Liberalisasi pertanian merupakan ekses penerapan pasar perdagangan bebas. Pasar bebas pertanian sendiri sebenarnya mempunyai ācacatā baik dalam tataran filosofi-teoretis, maupun tataran empiris-aplikatifnya. Secara teoretis, pasar bebas pertanian hanya akan menguntungkan menyejahterakan kedua belah pihak apabila dua asumsi utamanya terpenuhi, yaitu tingkat kemajuan ekonomi dan teknologi antar kedua negara seimbang, dan modal tidak dapat bergerak lintas negara. Kenyataannya, asumsi ini tidak terpenuhi karena kekuatan ekonomi antarnegara sangatlah timpang dan modal bebas bergerak ke manapun. Sepintas mungkin terjadi perdagangan antarnegara, tetapi bisa jadi yang berdagang sebenarnya adalah korporat asing di dalam negeri dengan korporat di luar negeri, sehingga kesejahteraan masyarakat tidak berubah secara signifikan. Hal ini makin meyakinkan bahwa liberalisasi pasar bebas pertanian adalah kepentingan korporat dan negara maju. Liberalisasi pertanian digunakan untuk memperluas dan menguasai pasar komoditi pertanian di negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Secara empiris, terbukti AS dan Eropa yang paling gencar mempropagandakan perdagangan bebas justru adalah negara-negara yang protektif terhadap pertanian mereka. Setiap petani di negara maju tersebut termasuk Jepang mendapat subsidi dari pemerintah setempat agar produknya mampu bersaing dan menguasai pasar luar negeri. Bahkan seekor sapi di Inggris memperoleh subsidi sebesar 2 US$ per hari agar mempunyai daya saing yang tinggi karena dapat dijual dengan harga yang relatif murah. Total dukungan Uni Eropa terhadap pertanian mereka adalah senilai US$ 35,5 milyar per tahun, sedangkan dukungan AS berjumlah sekitar US$ 85 milyar per tahunnya. Proteksi yang dilakukan negara maju tidak lagi berupa tarif dan kebijakan sejenisnya, melainkan sudah mengarah pada proteksi yang terkait dengan kemajuan teknologi. Biasanya mereka mensyaratkan kriteria- kriteria tertentu bagi masuknya komoditi dari negara sedang berkembang yang sulit mereka penuhi, seperti halnya standar lingkungan, pekerja, dan standar mutu lainnya. PEMBANGUAN PERTANIAN YANG MENYEJAHTERAKAN PETANI Mubyarto 2000 menegaskan bahwa kebijakan pembangunan pertanian yang berorientasi pada kesejahteraan petani harus berisi kebijakan-kebijakan tentang penanggulangan kemiskinan, karena dalam kenyataan petani yang lahan garapannya sangat sempit petani gurem selalu berpola nafkah ganda, yaitu tidak mungkin menggantungkan pendapatannya hanya dari usaha tani saja tetapi juga dari usaha-usaha lain off-farm di luar usaha tani. Program P4K Program Peningkatan Pendapatan Petani Kecil dan Nelayan di seluruh Indonesia dilaporkan telah berhasil mengembangkan pola usaha dan pola nafkah ganda usaha tani. Program-program semacam ini harus ditingkatkan oleh pemerintah atau departemen pertanian agar senantiasa dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Secara spesifik Mubyarto menguraikan beberapa kebijakan komoditi pertanian yang berorientasi pada kesejahteraan petani sebagai berikut. Indonesia patut kembali mewujudkan swasembada beras. Keterbatasan produksi dalam negeri dapat menyebabkan Indonesia mengimpor beras di pasar dunia. Untuk itu Indonesia harus terus-menerus memberikan perangsang pada petani produsen beras dalam negeri agar terus bergairah meningkatkan produksi, jika perlu melalui berbagai subsidi sarana produksi termasuk subsidi kredit usaha tani. Subsidi pertanian seperti yang diterapkan di negara-negara maju tidak boleh dianggap merupakan kebijakan yang keliru di hanya beras tetapi juga komoditi jagung dan kedelai kini diimpor dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sub- sektor peternakan Indonesia kini membutuhkan jagung dan kedelai serta kacang tanah yang merupakan sumber protein nabati yang diperlukan Indonesia setelah kebutuhan akan karbohidrat terpenuhi. Kebijakan peningkatan produksi komoditi-komoditi pertanian palawija yang selama ini relatif terlantar sangat dianjurkan sehingga Indonesia tidak āterpaksaā lagi mengimpor komoditi pertanian tersebut dalam jumlah besar, khususnya dalam mendukung perkembangan industri kini Indonesia mengimpor gula hampir sama besar dengan volume produksi dalam negeri menimbulkan pertanyaan kebijakan pertanian, apa yang salah di masa lalu? Inpres No. 9/1975 tentang TRI Tebu Rakyat Intensifikasi melarang pabrik-pabrik gula BUMN maupun pabrik- pabrik swasta menyewa tanah rakyat untuk menanam tebu dengan alasan naif ātebu harus ditanam oleh petani sendiriā. Keluarnya Inpres ini membuktikan betapa pemerintah membuat kebijakan tanpa memahami kondisi riil usaha tani tebu. Inpres No. 9/1975 telah āmerusakā atau āmenghancurkanā sistem produksi dan hubungan- hubungan produksi dan perdagangan tebu dan gula dalam negeri, yang mengakibatkan produksi gula Indonesia merosot padahal konsideran Inpres TRI sesungguhnya adalah untuk menaikkan produksi dan produktivitas gula di dalam negeri. Kita memerlukan pembaruan kebijakan usaha tani tebu dan industri gula yang bersifat menyeluruh dan ānasionalistikā yang tidak dapat dipisahkan dari kebijakan harga dasar padi/ mempertahankan perangsang berproduksi bagi petani dalam berbagai komoditi yang dihasilkannya, pemerintah harus merevitalisasi kebijakan harga dasar padi sekaligus dalam kaitannya dengan harga- harga gula, jagung, kedelai, dan harga tertinggi bagi sarana produksi pupuk dan obat-obatan pestisida dan insektisida. Hubungan-hubungan harga-harga yang menarik antara komoditi pertanian dengan sarana produksi yang diperlukan petani nilai tukar atau Term of Trade tidak pernah secara serius digarap oleh pemerintah dan departemen pertanian. Pendekatan dan pengembangan sistem agribisnis yang terkesan semakin āagresifā berakibat pada penekanan berlebihan pada aspek bisnis atau aspek keuntungan dan āefisiensiā berusaha tani, tetapi dengan mengabaikan kenyataan masih besarnya peran usaha tani subsistem dalam pertanian kita yang tidak harus menomorsatukan asas efisiensi. Petani miskin dalam pertanian subsistem harus diberdayakan bukan justru dianggap ātidak adaā, atau āperlu dihilangkanā, karena harus mengikuti hukum-hukum bisnis pertanian komersial. Tuntutan yang keliru agar pertanian Indonesia meningkatkan daya saing dengan mengikuti hukum-hukum persaingan internasional, yang āmengharamkan subsidiā, harus dilawan dengan segala kekuatan oleh pakar-pakar kita Rangkuman Permasalahan Pertanian Di Indonesia Modernisasi pertanian belum mengubah struktur dan pola hubungan ekonomi warisan sistem kolonial yang menempatkan petani kecil sebagai mayoritas di stratum terbawah dengan kepemilikan aset dan pendapatan yang minim. Rendahnya taraf kesejahteraan petani terkait dengan masalah struktural pertanian yaitu jarak yang lebar antara pengeluaran dan pendapatan petani, tekanan penduduk, pembiayaan, dan pertanian subsistem. Kebijakan pemerintah dalam membangun pertanian bertumpu pada tiga pilar utama, yaitu kebijakan harga harga pangan murah, kebijakan pemasaran, kebijakan struktural, dan kebijakan yang terkait dengan upaya penanggulangan kemiskinan. Kebijakan ini belum sepenuhnya mampu memecahkan masalah struktural pertanian yang terkait intensifnya liberalisasi pertanian yang merugikan petani dalam negeri. Liberalisasi pertanian meliputi pengurangan dukungan domestik, pengurangan subsidi ekspor, dan perluasan akses pasar. Upaya untuk menyejahterakan petani dilakukan dengan mewujudkan kebijakan swasembada beras, meningkatkan produksi komoditi pertanian palawija, pembaruan kebijakan usaha tani tebu dan industri gula yang bersifat menyeluruh dan ānasionalistikā, dan pemerintah harus merevitalisasi kebijakan harga dasar padi sekaligus dalam kaitannya dengan harga-harga gula, jagung, kedelai, dan harga tertinggi bagi sarana produksi pupuk dan obat-obatan pestisida dan insektisida. Sumber Hamid, Edy Suandi. 2021. Perekonomian Indonesia. Tanggerang Selatan Penerbit Universitas Terbuka. Hal Permasalahan Pertanian Di Indonesia Permasalahan Pertanian Di Indonesia Permasalahan Pertanian Di Indonesia Permasalahan Pertanian Di Indonesia Permasalahan Pertanian Di Indonesia Permasalahan Pertanian Di Indonesia Permasalahan Pertanian Di Indonesia
Jelaskanpermasalahan pertanian di Indonesia jika dilihat dari kualitas tanahnya. SD Jelaskan permasalahan pertanian di Indonesia jika TF. Tazkiya F. Ditanya 30 menit yang lalu. Jelaskan permasalahan pertanian di Indonesia jika dilihat dari kualitas tanahnya. 0. 0.
JAKARTA, - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia HKTI mengidentifikasi lima persoalan yang masih akan menimpa sektor pertanian dalam negeri selama lima tahun ke depan. Sekretaris Jenderal HKTI Bambang Budi Waluyo mengatakan, persoalan pertanian itu tak hanya terjadi pada lahan persawahan, melainkan pada lahan kehutanan dan rempah-rempah. "Masalah pertama adalah permodalan, kedua lahan makin sulit, ketiga teknologi pertanian modern, keempat persoalan pupuk, dan terakhir soal pemasarannya," kata Bambang di Sekretariat HKTI, Jakarta, Kamis 2/8/2018. Oleh karena itu, Bambang menilai perlu adanya pengembangan soft skill bagi para petani di daerah untuk bisa mengatasi persoalan tersebut. Baca juga Chatib Basri Teknologi Blockchain Bantu Perekonomian Petani "Keberadaan teknologi pertanian modern adalah sebuah keniscayaan maka dari itu perlu adanya perubahan mindset petani untuk menggunakan teknologi tersebut, bukan tradisional," sebut dia. Terkait hal tersebut, Ketua Dewan Pakar HKTI Agus Pakpahan menyatakan perlu adanya kebijakan terpusat untuk bisa mengatasi segala macam persoalan pertanian tersebut. "Semua itu tergantung dari kebijakan, kalau kebijakan sukses akan mengalami sejarah pertanian maju dan makin luas. Petani dan non-petani harus saling bersinergi, bukan berlawanan," sambung Agus. Salah satu kebijakan yang diluncurkan untuk menangani permasalahan pertanian itu adalah pembentukan korporasi pertanian atau gabungan kelompok tani Gapoktan. Presiden Joko Widodo menegaskan, di era modern sekarang petani harus terorganisasi layaknya korporasi. "Saya selalu menyampaikan, marilah yang namanya petani, jangan sampai jalan sendiri-sendiri. Buatlah kelompok tani, gabungan kelompok tani," ujar Jokowi dalam acara pembukaan Asian Agriculture & Food Forum ASAFF Tahun 2018 di Istana Negara, Jakarta, Kamis 28/6/2018. "Tapi itu pun belum cukup. Untuk menjadi kekuatan besar, buatlah kelompok lebih besar lagi. Kelompok besar gabungan kelompok tani seperti itu sering saya sampaikan, namanya korporasi petani. Harus ada korporasi petani dalam jumlah besar. Kalau swasta bisa, saya meyakini petani juga bisa," kata dia. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Makadari itu indonesia disebut sebagai negara agraris. Bila membahas ttg masalah pertanian ttg kualitas tanah, kembali pada orang mengolah lahan atau tanah pertanian tersebut bila orang tsb topik034 topik034
6 Masalah Menahun Pertanian di Indonesia yang Tak Kunjung Selesai Tanjungmeru - Indonesia terkenal sebagai negara agraris karena sebagian penduduknya bekerja di sektor pertanian. Di dalamnya, petani merupakan pelaku utama dalam sektor pertanian yang berperan penting dalam mewujudkan ketahanan pangan. Melalui petani, kebutuhan pangan rumah tangga hingga bahan baku industri dapat terpenuhi dengan baik. Namun, petani seringkali dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang rumit. Dan tak jarang permasalahan tersebut justru menyebabkan kerugian yang besar bagi mereka. Tak tanggung-tanggung, masalah tersebut muncul setiap tahun dan masih menjadi misteri dalam penyelesaiannya. Lantas, apa saja yang menjadi masalah menahun sektor pertanian negara ini? Simak faktanya berikut ini. Pertanian dipandang sebelah mata Stigmatisasi masyarakat masih banyak menganggap bahwa pertanian hanya berujung kepada mencangkul saja. Sehingga terkesan sektor pertanian adalah jorok dan miskin. Citra sektor pertanian yang tampak kotor dan miskin didasari oleh tidak adanya bukti kuat yang mengatakan bahwa bertani itu menjanjikan. Bukan berarti seluruh petani itu miskin. Namun, kebanyakan ekonomi petani masih termasuk kelas menengah ke bawah. Krisis regenerasi petani muda Rendahnya minat regenerasi muda untuk terjun ke dunia pertanian terlihat dari statistik sebesar 61% petani berusia >45 tahun. Padahal, generasi muda adalah generasi penerus sekaligus kunci keberhasilan sektor pertanian. Jika tidak segera ditangani, ketahanan pangan nasional akan sulit dicapai bangsa ini. Salah satu program yang mulai banyak digerakkan adalah modernisasi pada pertanian itu sendiri sehingga tampak lebih baik. Pertanian digital adalah hal yang menarik untuk mengubah citra pertanian menjadi bisnis yang menarik. Rantai niaga yang merugikan petani Kesenjangan pembagian keuntungan yang didapat antara petani dan distributor, petani yang paling banyak dirugikan. Hasil yang didapat tidak sebanding dengan resiko yang dialami petani. Kondisi demikian yang menyebabkan pekerjaan sebagai petani tampaknya tidak menjanjikan. Keuntungannya tak seberapa, belum lagi dihitung dengan kerugian ketika cuaca tidak mendukung ataupun serangan hama. Untuk itu, diperlukan sarana yang mampu memotong rantai perniagaan yang cukup panjang untuk komoditas pertanian. Harapannya, petani mampu menyediakan produknya secara langsung ke konsumen sehingga keuntungan yang diperoleh petani pun meningkat. Teknik budi daya kurang presisi Presisi yang dimaksud di sini adalah bertani dengan teknik yang benar dan tepat guna. Di lapangan, pertanian dilakukan berdasarkan naluri dan pengalaman. Jarang sekali petani di Indonesia yang berasal dari kalangan terdidik yang sudah memiliki bekal pengetahuan yang cukup tentang pertanian. Misalnya, pemberian pupuk dengan dosis yang tepat, penanganan hama yang benar, ataupun proses pasca panen yang seharusnya dilakukan sehingga nilai jual produk lebih tinggi. Selain itu, benih yang digunakan sebagai bahan tanam bukanlah benih bersertifikat. Idealnya, pemerintah melalui kelembagaan pertanian melengkapi pengetahuan masyarakat tani dengan menurunkan penyuluh pertanian. Benar, program ini sudah berjalan. Namun, tak jarang pula, penyuluh kurang menguasai masalah pertanian itu sendiri. Alhasil, petani pun bersikeras dengan pengetahuan yang dimilikinya Modal bagi petani Kesulitan yang juga sering menimpa petani adalah mencari modal. Usaha tani yang tidak bisa memberikan kepastian, yakni bergantung pada alam, menyebabkan pemberi kredit enggan mengeluarkan uang kepada wirausahawan di bidang pertanian. Alih fungsi lahan Banyak terjadi di pulau Jawa, padatnya penduduk dengan tingkat kebutuhan yang tingi menyebabkan lahan-lahan pertanian diubah menjadi perumahan dan gedung-gedung bertingkat. Produktivitas yang tidak seberapa ditambah dengan lahan yang semakin sempit menyebabkan perekonomian petani semakin terhimpit. Selain masalah di atas, pastinya masih banyak masalah lainnya yang perlu segera untuk diselesaikan. Penyelesaian masalah tersebut tentunya harus didukung oleh seluruh elemen masyarakat yang terlibat mulai dari petani hingga pemerintah.
KementerianPertanian menargetkan produksi padi pada tahun 2022 sebesar 55,20 juta ton untuk menjalankan program prioritas peningkatan ketersediaan, akses, dan kualitas konsumsi pangan. Meningkat dari tahun lalu yang dirilis Badan Pusat Statistik mencatat produksi padi di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 54,65 juta ton Gabah Kering Giling
SEMARANG, ā Meski memiliki peran yang sangat vital, namun pangsa sektor pertanian terhadap perekonomian nasional terus mengalami penurunan. Selain itu, serapan tenaga kerja sektor tersebut juga terus merosot. Bank Indonesia BI menyatakan, setidaknya ada tiga permasalahan utama yang dialami sektor pertanian nasional saat ini. Menurut Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo, permasalahan tersebut antara lain adalah produksi, distribusi, dan keterjangkauan harga. āMasalah produksi terkait kapasitas, produktivitas petani, insentif untuk petani, dan data yang tidak akurat sehingga menimbulkan masalah dalam kebijakan impor,ā ujar Dody dalam acara media briefing Rapat Koordinasi BI dengan Pemerintah Pusat dan Daerah di Crowne Plaza Hotel Semarang, Kamis 30/3/2017.Sementara itu, permasalahan dalam distribusi antara lain panjangnya tata niaga dan adanya pelaku-pelaku yang dominan di pasar. Di samping itu, pembentukan harga juga dikuasai oleh beberapa pelaku pasar menuturkan, permasalahan pun terjadi dalam hal keterjangkauan harga. Bank sentral memantau, struktur pasar produk pertanian dikuasai oleh beberapa pelaku utama saja. Permasalahan ini diakui oleh Dody perlu segera ditangani. Oleh sebab itu, pemerintah perlu melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam pengambilan kebijakan. Ketiga permasalahan tersebut juga perlu ditangani agar ketahanan pangan nasional dapat terwujud. Pasalnya, apabila ketahanan pangan tidak berjalan baik, kerentanan pangan tidak hanya mengganggu perekonomian, namun juga kesejahteraan masyarakat. Data bank sentral menunjukkan, dalam kurun waktu 1990 hingga 2016. pangsa pasar sektor pertanian menurun drastis dari 22,09 persen terhadap produk domestik bruto PDB menjadi 13,45 persen. Sementara itu, serapan tenaga kerja sektor pertanian juga menurun dari 55,3 persen menjadi 31,9 persen. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
akibatnyausaha pertanian di indonesia sampai saat ini masih banyak didominasi oleh usaha dengan: (a) skala kecil, (b) modal yang terbatas, (c) penggunaan teknologi yang masih sederhana, (d) sangat dipengaruhi oleh musim, (e) wilayah pasarnya lokal, (f) umumnya berusaha dengan tenaga kerja keluarga sehingga menyebabkan terjadinya involusi
Indonesia merupakan negara agraris. Namun, Ketua Umum DPP Himpunan Kerukunan Tani Indonesia HKTI Moeldoko menyebut, masih ada lima persoalan di sektor pertanian Indonesia. Yang pertama adalah masalah lahan. "Tanah kita itu sempit, khususnya di Jawa. Ini memang ada kondisi paradoks, di Jawa tanah sempit penduduk banyak, di luar Jawa lahan luas penduduk sedikit," kata Moeldoko dalam Indonesia Food Summit 2021 yang digelar oleh Media Indonesia, Selasa 25/5. Bukan hanya luas tanahnya yang kurang, kualitas tanah juga dinilainya banyak yang rusak. āIni karena penggunaan pupuk dan pestisida berlebihan, uncontrol. Tidak menghiraukan bagaimana nasib tanah ke depan," ujarnya. Lalu persoalan kedua adalah mengenai permodalan. Moeldoko yang kini juga menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan itu menyatakan bahwa hingga saat ini petani tidak menyerap maksimal Kredit Usaha Rakyat KUR karena mayoritas masih unbankable. "Pemerintah telah siapkan KUR. KUR yang disiapkan itu Rp50 triliun lebih tapi daya serapnya tidak seperti yang dibayangkan karena masyarakat kita tidak bankable," ujarnya. Persoalan ketiga terkait teknologi. Menurutnya, petani di Indonesia cenderung tertinggal dalam penyerapan teknologi yang berkembang. Simak Databoks berikut Selanjutnya persoalan manajerial. Moeldoko menambahkan, petani Indonesia belum terbiasa me-manage aspek bisnis dalam kegiatan pertaniannya. Hal itu membuat hasil pertanian tidak optimal. Terakhir, mengenai persoalan pasca panen yaitu losses atau penyusutan. Menurutnya, penyusutan hasil panen bisa mencapai 10% karena pengolahan pascapanen tidak efisien. Kondisi ini bisa diperbaiki dengan memperbaiki alat-alat pengolahan pascapanen. "Dengan cara modernisasi menggunakan alat harvester itu penyusutannya bisa menjadi 3-4%," ujarnya. Moeldoko menambahkan, persoalan yang kerap dihadapi oleh petani di masa panen adalah masalah harga. Pasokan yang besar saat panen kerap membuat harga jatuh. "Persoalan harga, petani sering teriak harga tetap pasar yang mengatakan menentukan antara suplai-demand. Harusnya pemerintah, dalam hal ini Menteri Perdagangan harus bisa mengaturnya," kata Moeldoko.
Jelaskanpermasalahan pertanian di indonesia jika dilihat dari kualitas tanahnya! - 14688037 seli75 seli75 05.03.2018 IPS Sekolah Menengah Pertama terjawab Jelaskan permasalahan pertanian di indonesia jika dilihat dari kualitas tanahnya! 1 Lihat jawaban Iklan
Permasalahanekonomi yang sering terjadi dan mempengaruhi suatu negara khususnya Indonesia sulit untuk menjaga kualitas pertumbuhan ekonominya karena angka kemiskinan yang relatif tinggi. Pasal 33 ayat 2 Cabang-cabang. Hal ini terlihat dari segi kegiatan ekonomi pembangunan infrastruktur sampai tingkat kemiskinan yang begitu timpang.
BerbagaiPermasalahan Petani Indonesia yang Penting Diperhatikan. Petani adalah orang yang melakukan budidaya tanaman, mulai dari penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, sampai dengan memanen hasilnya. Hasil panen bisa digunakan untuk keperluan pribadi maupun dipasarkan. Petani merupakan pelaku utama dalam pembangunan pertanian Indonesia.
Ye0I. rxx015csop.pages.dev/843rxx015csop.pages.dev/427rxx015csop.pages.dev/12rxx015csop.pages.dev/239rxx015csop.pages.dev/626rxx015csop.pages.dev/975rxx015csop.pages.dev/569rxx015csop.pages.dev/327rxx015csop.pages.dev/46rxx015csop.pages.dev/399rxx015csop.pages.dev/408rxx015csop.pages.dev/195rxx015csop.pages.dev/35rxx015csop.pages.dev/422rxx015csop.pages.dev/537
jelaskan permasalahan pertanian di indonesia jika dilihat dari kualitas tanahnya